HUJAN TERAKHIR DI KELAS 9

Karya: Puan Malika Anindya (9A)

Ilustrasi Hujan di Sekolah
🌧️ Siang itu, hujan turun deras di sekolah. Dari balik jendela, kulihat butiran air berjatuhan dari langit, membasahi lapangan dan halaman sekolah. Suasana terasa berbeda. Di dalam kelas, tawa terdengar riuh, mengisi ruang yang hangat dan penuh kenangan. Aroma tanah basah bercampur dengan wangi spidol dan kertas membuat suasana kelas terasa begitu akrab dan menenangkan. 🏫
πŸ“š Ini adalah hari terakhir kami sebagai siswa kelas 9. Semua ujian telah selesai, dan kami hanya datang untuk mengambil barang-barang yang tersisa di loker. Aku masih berdiri di dekat jendela, ikut tertawa kecil mendengar candaan teman-teman, seolah tak ingin hujan cepat berhenti. Aku tahu, begitu hujan berhenti, satu bab kehidupan kami juga akan berakhir. ⏰
πŸ’¬ "Hujannya awet banget," sebuah suara memecah lamunanku. Yesaya, sahabatku sejak kelas 7, kini berdiri di sampingku. Ia ikut menatap ke luar. "Padahal gue mau traktir bakso di depan." Aku tersenyum. "Justru bagus, kan? Kita jadi punya lebih banyak waktu di sini." "Waktu buat apa? Dengerin mereka nyanyi nggak jelas?" candanya, melirik ke gerombolan Sinta dan kawan-kawan yang sedang berfoto di pojok kelas. πŸ“Έ
πŸ‘€ Pandanganku beralih dari Yesaya ke sekeliling. Suara candaan bercampur dengan bunyi hujan di atap. Dalam hati, aku tahu semua ini tak akan terulang lagi. Aku mencoba merekam semuanya dalam ingatanβ€”suara tawa, cahaya lampu kelas yang redup, dan titik-titik air yang menetes di kaca jendela. Aku berjalan pelan ke pojok baca, tempat deretan buku dan piagam prestasi kami tersusun rapi. Yesaya mengikutiku dalam diam. Di sanalah sebagian kecil dari kisah kami tersimpan. Sederhana, tapi hangat, seperti rumah kecil yang kami cintai bersama. 🏠
πŸ“· "Inget ini?" Yesaya menunjuk selembar foto yang diselipkan di papan mading kecil. Foto kami sekelas saat class meeting tahun lalu, kotor penuh lumpur setelah lomba tarik tambang. Aku mengambil foto itu. "Hari di mana kamu jatuh tiga kali," ledekku. "Hei, tapi tim kita menang!" sergahnya, tak mau kalah. Kami tertawa bersama, tapi tawa itu perlahan memudar, berganti hening yang canggung. πŸ˜…
πŸ’­ "Bakal kangen banget," ucap Yesaya pelan, suaranya hampir kalah oleh deru hujan. "Banget," jawabku. Ada bahagia, ada haru, juga sedikit takut. Aku teringat lirik lagu Sal Priadi,
"Kamu boleh namai itu rumah selama ada mereka yang kamu cinta di dalamnya."
Mungkin benar, kelas inilah rumah kami. Rumah tempat kami belajar arti kebersamaan, persahabatan, dan juga perpisahan. ❀️
🍱 Kenangan itu tidak selalu datang dari hal besar. Justru hal-hal kecil sering kali paling sulit dilupakan: rebutan bangku, bisik-bisik saat ulangan, atau saling tukar bekal di jam istirahat. Sama seperti aku dan Yesaya yang selalu bertukar bekal karena ibuku selalu membuatkan nasi goreng dan ibunya selalu membuatkan roti isi. Sekilas aku menatap meja kami yang penuh coretan nama dan tanda tangan teman-teman. Setiap guratan seolah menyimpan cerita. ✍️
Di luar, hujan perlahan mereda, menyisakan gerimis tipis. Satu per satu teman kami mulai beranjak, mengambil tas, dan saling berpamitan. Suara riuh tadi berganti menjadi ucapan, "Hati-hati, ya!" dan "Sampai ketemu di SMA!" "Hujannya udah reda, Nel," kata Yesaya sambil menyandang tasnya. "Jadi, kan? Bakso terakhir sebagai anak SMPN 12 Tasikmalaya." Aku mengangguk, memasukkan foto tadi ke dalam saku bajuku. "Jadi, dong." Aku menatap sekali lagi ke arah kelasβ€”ke papan tulis yang masih ada sisa tulisan, ke kursi yang sedikit miring, dan ke jendela yang masih berembun. Semua tampak begitu biasa, tapi hatiku tahu, ini terakhir kalinya aku melihatnya seperti ini. Perjalanan kami akan berlanjut. Kami akan menapaki jalan masing-masing, membawa mimpi yang berbeda. Tapi ada satu hal yang tak akan pernah berubah: kenangan di kelas 9 akan selalu tinggal di hati.
🌧️ Aku melangkah keluar gerbang dengan langkah pelan, membiarkan sisa gerimis membasahi pipi. Entah itu air hujan, atau air mata yang menolak pamit. πŸ’§
✨ Dan ketika aku melangkah keluar dari gerbang sekolah nanti, aku tahu satu hal pasti: hujan terakhir di kelas 9 bukanlah akhir, melainkan awal dari cerita baru. 🌈